pahami

Kesalahan terbesar adalah tidak pernah membuat keputusan

Jumat, 29 Oktober 2010

Sosok Prajurit yang Teguh Menjalankan Tugas





Sosok Prajurit yang Teguh Menjalankan Tugas dan Senantiasa On mission

Mbah Maridjan sejak awal memang bertekad tidak akan turun saat Merapi beraktifitas tinggi, ia menyadari sepenuhnya tugas yang diembankan kepadanya sejak tiga puluh tahunan yang lalu. Dengan nada bercanda ia pun pernah mengungkapkan: “ jika saya turun dan mati di bawah, maka akan diketawain anak ayam ! “.

Semua juga sama mengetahui bahwa hanya perintah mundur dari sang Raja yang akan membuat Mbah Maridjan mau tunduk meninggalkan pos penjagaan terdepannya. Bahkan lebih spesifik, beliau hanya akan tunduk pada Sultan Jogja saat benar-benar memberikan titah sebagai raja, bukan sebagai Gubernur.
Meninggal dalam tugas adalah bukti keteguhan yang senantiasa mengundang seribu simpati dan kekaguman.

Contoh lain keteguhan beliau dalam menjalankan tugasnya, adalah serombongan tamu datang khusus menemuinya di lereng Merapi, bermaksud meminta bantuan Mbah Maridjan untuk menutup bocoran Lumpur lapindo. Apa yang beliau katakan : " tugas saya adalah menjaga gunung Merapi, bukan menutup Lumpur Lapindo . Saya tidak bisa ! ". Bahkan saat kedatangan rombongan tersebut kedua kalinya, beliau tetap kukuh dalam pendiriannya.

Ia menghayati tugas ini sebagai tanggung jawab dan amanah, bukan sebagai profesi apalagi mata pencaharian. Karenanya, tidak berlebihan jika sosok Mbah Maridjan sebagai juru kunci Merapi memang sudah diperkirakan akan menjadi The Last Man Standing, saat terjadi letusan besar sekalipun. Bukan tidak mungkin bahwa beliau memang merindukan kematian di sisi Merapi, ibarat seorang mujahid yang selalu ingin menjemput kematian di medan laga, bukan di kamar tidurnya !

khir yang Indah dan Khusnul Khotimah (insya Allah)

Dari Mu’az bin Jabal radiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang akhir pembicaraanya Laa ilaaha illallah, ia akan masuk Surga.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Hakim, hadits hasan). Setiap kita menginginkan akhir yang indah saat menutup mata. Mbah Maridjan telah memberikan contoh kepada kita, beliau meninggal dalam sujud kepasrahan setelah lama berdoa dan munajat di masjidnya. Sejak Merapi berstatus awas beliau memang terlihat memperbanyak dzikir dan munajat di masjid dekat rumahnya.

Sungguh kematian yang Indah, sekaligus sebagai pesan mendalam bagi kita untuk meniti langkah berusaha mencontohnya. Tak kurang KH Hasyim Muzadi mengingatkan kepada kita saat mengomentari wafatnya Mbah Maridjan : "Hari ini Mbah Maridjan menyerahkan diri kepada Allah dalam keadaan sujud. Seakan memberitahukan kita bahwa hanya sujud kepada Allah yang bisa dan harus kita siapkan menghadapi segalanya, karena tak mungkin melalui rekayasa kita".

Akhirnya, tidak banyak motivasi saya untuk menuangkan tulisan ini kecuali dua hal : Pertama : yaitu menyebutkan kebaikan-kebaikan seorang yang telah meninggal sesuai ajaran Islam, terlepas dari dosa apapun yang pernah dilakukannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila kamu menghadiri orang yang sakit atau orang yang meninggal, maka katakanlah yang baik, maka sesungguhnya malaikat mengaminkan (membaca amin) atas apa yang kamu katakan.” (HR. Muslim). Dan Kedua, adalah upaya untuk sedikit membantah anggapan orang yang memitoskan Mbah Maridjan sebagai sosok sakti dan menghubungkan dengan dunia klenik. Sekali lagi, Mbah Maridjan hanyalah seorang abdi dalem pemantau gunung Merapi, yang mempunyai pengalaman dan firasat dalam menilai aktifitas gunung tersebut. Ia hanya berijtihad sebagaimana petugas prakiraan cuaca, bisa salah dan bisa benar. Wallahu a’lam

Rabu, 06 Oktober 2010

Kampung Unik (kampung Idiot Ponorogo)







Sungguh tragis benar nasib saudara kita yang ada di salah satu desa di daerah Ponorogo, Jawa Timur ini.

Bagaimana tidak, hampir seluruh masyarakat di sini memiliki keterbelakangan mental [idiot] dan yang menyedihkan lagi mereka ini semua hidup di dalam kemiskinan. Makanya kampung ini disebut sebagai Kampung Idiot.

Telah ada upaya bantuan baik dari pemerintah ataupun dari orang-orang yang terketuk hatinya untuk segera membantu saudara kita ini, namun masih dirasa kurang sekali.

Fenomena 'Kampung Idiot' ini telah menjadi buah bibir beberapa waktu lalu baik di media cetak ataupun elektronik, dan memang diharapkan dari tayangan di media-media tersebut bisa menarik bantuan dari pihak lainnya yang tergerak hatinya.

Dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan bantuan sebesar Rp1,9 miliar kepada sejumlah penderita keterbelakangan mental (idiot) yang berada di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo.

Pemberian diberikan secara simbolis oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo kepada Sekretaris Daerah Ponorogo Luhur Karsanto saat meresmikan Terminal Kertonegoro di Ngawi, Jatim, Senin."Bantuan ini dimaksudkan untuk meringankan beban warga yang tergolong tidak mampu karena keterbelakangan mental dan ekonomi di pelosok Ponorogo," ujarnya setelah meresmikan Terminal Ngawi.

Menurut dia, bantuan sebesar Rp1,9 miliar tersebut akan diberikan dalam bentuk pemberian 10 ekor ternak kambing dari Dinas Sosial Provinsi Jatim, dan 2 ton beras dari Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jatim.

Lalu, 10 tangki air bersih dari dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jatim, pembangunan sumur dari Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan Provinsi Jatim, serta bibit sayuran dari Dipertan Provinsi Jatim. "Kasus kampung idiot sebelumnya pernah disorot oleh berbagai pihak. Melalui bantuan ini diharapkan dapat membantu kehidupan warga miskin yang ada di sana," katanya.

Selain itu, Gubernur juga meminta kepada Pemkab Ponorogo untuk setius menangani masalah ini. Menurut Soekarwo, selain kondisi ekonomi rendah dan kekurangan asupan gizi, kasus penederita keterbelakangan mental di Desa Karangpatihan, Ponorogo, juga disebabkan oleh perkawinan sedarah.

Sebelumnya, data Kabupaten Ponorogo merinci, dari 111 jiwa yang masuk kelompok keluarga dengan masalah keterbelakangan mental, sebagaimana data resmi desa setempat, mayoritas warga idiot ini berusia 40 tahun ke atas. Sebagian lain berusia antara 30-40 tahun, dan sebagian kecil lagi adalah usia balita hingga dewasa.

Dari total 1.756 KK yang tercatat di administrasi desa, 1.203 KK di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan. Jumlah sebanyak itu sudah termasuk 49 KK yang sebagian atau seluruh anggota keluarganya mengalami keterbelakangan mental.